PHILOSOPHY
OF CHILDREN
&
CRITICAL
AND LOGICAL THINKING
BY
Department : Physics
Class : Physics Education Dik C 2019
PHILOSOPHY
OF CHILDREN
Anak merupakan subjek utama dari
studi atau kajian pedagogis dalam buku Philosophy of Children. Sejarah dari
filosofi barat memberi beberapa versi masa kanak-kanak, “anak” dan hubungan
antara orang dewasa dan anak-anak. Perspektif mengenai masa kanak-kanak ini
telah membentuk kebijakan pendidikan dan praktik di era-era sejarah tertentu,
juga terbukti dalam pelatihan dan pengembangan profesional, pendidikan,
pengasuhan anak dan perawatan anak yang dipraktekkan dewasa ini. Banyak orang
yang ingin bekerja dalam lingkungan pendidikan mengungkapkan hasrat untuk
membuat perbedaan yang positif bagi anak-anak dan kaum muda (Haynes, dkk,
2015:118). Hal ini terjadi sebab banyak orang yang sudah mengetahui bahwa masa
depan dunia ada ditangan anak-anak, sehingga membangkitkan energi positif pada anak-anak
adalah suatu hal yang membanggakan. Secara umum, perspektif filosofis mengenai
masa kanak-kanak masuk ke dalam dua katagori yaitu perspektif yang memberikan
kisah tentang bagaimana manusia muda secara alami berkembang dan masa
kanak-kanak.
Sosiokultural yang menyatakan bahwa
apa artinya masa kanak-kanak dan bagaimana pengalaman itu sangat beragam,
berdasarkan peristiwa dan tempat tempat yang bersejarah, serta konteks
kebudayaan, sosial, dan keluarga. Pola pikir demikian tidak selalu bersifat
membangun dan mendidik serta sosial dengan anak-anak cenderung mencerminkan
gerakan kontinum antara dasar-dasar pemikiran tersebut. Pembacaan sejarah masih
diperdebatkan. Philippe Aries, misalnya banyak dikutip karena argumennya bahwa
masa kecil adalah penemuan pada abad ketujuh belas, suatu pernyataan
berdasarkan analisis sejarah seni visual, teks sastra, dan gaya berpakaian
(1965) (Haynes, dkk, 2015:119). Anak-anak cenderung memvisualisasikan
imajinasinya lewat tingdakan-tindakan sederhana, menggunakan bahasa yang masih
polos dan berpakaian menurut apa yang ingin mereka contohin dan sukai. Cunningham
(1995) melaporkan bahwa Aries berhasil menarik perhatian pada problem masa
kanak-kanak sebagai fenomena alam dan universal serta makna penelitian atas
gambar-gambar sejarah masa kecil. Menganalis representatif visual dari periode
sejarah yang berbeda telah menjadi elemen yang tetap dalam kursus pendidikan
dan pembelajaran anak-anak. Metode analisis dan temuannya Aries telah ditentang
keras. Sehubungan dengan pernyataan Aries tentang masa kanak-kanak, Archad
(1993) menulis bahwa memiliki konsep masa kecil hanya mencakup pandangan bahwa
anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Ia berpendapat bahawa pada masa abad
pertengahan ada bahasa yang jelas untuk membedakan masa bayi sebagai tahap
kehidupan manusia. Archad percaya bahwa gagasan khas tentang masa kecil jauh
lebih jauh kebelakang daripada Aries (Haynes, dkk, 2015:119). Pernyataan ini
lebih menarik dan logis dibandingkan pernyataan Aries. Sebab, masa anak-anak
tidak bisa disamakan dengan orang dewasa, dikarenakan proses cara berpikir yang
jauh berbeda, serta perilaku yang berbeda pula.
Hendrick (1992:1) menjelaskan bahwa
Aries memusatkan perhatian pada signifikansi sosial anak-anak dalam keluarga,
pada arti ‘keluarga’, dan yang paling bertolak belakang, pada sifat hubungan
orang tua dan anak dan bahwa kita berterima kasih memiliki Aries untuk atas gagasan bahwa masa
kecil adalah konstruksi yang berubah. Dia menyadari munculnya persaingan
konsepsi masa kecil yang saling bertentangan dan saling berdampingan. Hendrick berpendapat
bahwa ‘sebagaimana wanita telah tersembunyi dari sejarah’, ‘anak-anak pun telah
dijauhkan dari sejarah’. Analisis ini menyiratkan ideologi childisme yang
sebanding dengan seksisme, pertentangan atau rasisme, yaitu ideologi yang
membenarkan dan mempertahankan penindasan kelompok manusia seperti kaum wanita
dan kaum warna. Childisme mungkin dianggap sama dengan ageisme, yaitu
penghakiman yang tidak adil atau berdasarkan usia. Sewaktu kita membahas konsep
anak, kita cenderung membandingkan konsep orang dewasa. Karakteristik anak-anak
dikontraskan dengan sifat-sifat ‘orang dewasa’ dan sifat-sifat ini dimunculkan
untuk menjelaskan atau membenarkan hubungan diantara mereka (Haynes, dkk,
2015:120). Pernyataan Hendrick merupakan sebuah kenyataan bahwa memang pada
dasarnya, pada masa lalu, wanita dan anak-anak kurang diperhatikan, tampak
bahwa banyaknya diskriminasi-diskrimasi pada masa lalu dibanyak bidang, dan
laki-laki sangatlah menonjol diberbagai bidang.
Dalam masyarakat barat, perspektif
filosofis pada masa kanak-kanak memiliki akar yang kuat dalam karya Plato dan
Aristoteles. Plato minat dalam bentuk pendidikan yang menyebabkan masyarakat
ideal daripada masa kanak-kanak. Stables menjelaskan bahwa Plato prihatin dengan aspek masa
kanak-kanak yang belum berpengalaman, yang berkaitan dengan anak diatas. Plato
memaksudkan potensi alami dan variabel pada anak-anak dan percaya bahwa pendidikan mereka harus didasarkan pada
sifat-sifat yang dianggap merupakan sifat baawan dari sang anak. Plato sebagai
pendiri idealisme barat, yang tujuan pendidikannya adalah membantu para murid
menyadari potensi alami manusia mereka. Dan memungkinkan siswa, melalui lembaga
sekolah, untuk terpapar pada kebijaksanaan dari warisan mereka. Gagasan semacam
itu mengenai realisasi ‘potensi’individu dan penyampaian suatu kelompok
pengetahuan dan tradisi yang bertahan terus diartikulasikan dalam perdebatan
kontemporer mengenai pendidikan dan kurikulum. Cita-cita pendidikan Plato
merupakan bagian integralnya visi politik yang lebih luas untuk masyarakat,
diuraikan ke publik. Dia berargumentasi bahwa anak-anak hendaknya disingkirkan
dati orang tua mereka untuk tujaun pendidikan mereka, dan ditempatkan dibawah
bimbingan para pengawal, agar pelatihan dapat dikendalikan dengan ketat dan
akses pada seni dan sastra disensor dengan cermat (Haynes, dkk, 2015:121).
Seorang mahasiswa Plato, Aristoteles
berpendapat bahwa orang yang benar-benar berpendidikan menggunakan alasan unuk
membimbing perilaku moral dan perilaku politik mereka. Menurut Aristoteles,
yang mendirikan sekolah nya sendiri di athena, pendidikan hendaknya
memungkinkan perkembangan nalar demi kepentingan karakter, kebahagiaan, dan
pendidikan hendaknya selaras dengan apa yang disebut sebagai pola alami
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Gagasan-gagasan pendidikannya, yang
diuraikan dalam buku VII dan VIII tentang politiknya, didasarkan atas pola
demikian, lima tahun pertama adalah tentang pertumbuhan fisik, gerakan,
permainan, perlindungan dari bahasa kotor dan mendengarkan cerita yang dipilih
dengan seksama, diikuti oleh dua tahun mengamati orang lain ditempat kerja.
Aristoteles menulis, ‘Tujuan pendidikan seperti halnya setiap jenis seni,
adalah membuat kekurangan alam yang baik (Haynes, dkk, 2015:120-121).
Dr. John Ratey, asisten profesor
klinik psikiatri di Harvad Medical School, mengatakan, aktivitas istirahat
selama hari sekolah menciptakan pelajar yang lebih baik karena berpengaruh
gerakan pada otak. “Sewaktu anda bergerak, anda bergerak, anda merangsang semua
sel saraf yang kita gunakan untuk berpikir, dan sewaktu anda merangsang sel-sel
saraf itu, sel itu membuat mereka siap melakukan berbagai hal,” kata Ratey,
seorang pakar dibidang neuropsychiatry dan penulis dari “Spark: The
revolutionary New Science of Excercise and the Brain” yang telah menghabiskan
30 tahun berfokus pada “attention systems” dari otak (Wallace, 2018:CNN
Website).
Children are fresh to the world,
they are the creations of God. Most of parents punish the kids because they
think that they were wrong, but actualy the kids didn’t wrong. They just
playing, as their nature own life as kids. That’s an errornously though and
behaviour of most of parents in this world ( Goering, 2011: youtube).
The project of connecting
philosophical concepts in the philosophy for children curriculum with the
concepts in academic philosophy from which they were derived can be of
considerable value for teachers and scholars wishing to ascertain the grounds
of the curriculum in the philosophical tradition (Sharp and Reed,1942:10).
Betapa pentingnya pergeseran pemikiran sebagai sebuah konversi baru dalam hal
hubungan antara pendidikan dan anak. Bahwa pendidikan sangat penting bagi
anak-anak, sebab, dari anak-anak yang berpendidikanlah terbentuk masa depan
sejarah yang akan jauh lebih baik lagi.
CRITICAL
THINKING AND LOGICAL THINKING
Ada dua terminologi yang dewasa ini muncul
dalam bidang pendidikan yaitu critical thinking and logical thinking.
Berpikir kritis adalah berpikir
dengan baik, dan merenungkan tentang proses berpikir merupakan bagian dari
berpikir dengan baik. John Chafee, Direktur pusat bahasa dan pemikiran kritis
di LaGuardi College, City University of New York mendefinisikan bahwa “berpikir
kritis sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu
sendiri” (Johnson, 2002:187). Kemudian ditambahkan oleh Elaine B. Johnson,
Ph.D, “Maksudnya tidak hanya memikirkan dengan sengaja, tetapi juga meneliti
bagaimana kita dan orang lain menggunakan bukti dan logika” (Surya, 2011:130).
Jadi pemikiran yang kritis itu terbentuk secara beruntut, teratur, diambil
berdasarkan bukti-bukti nyata dan logis. Pemikiran yang kritis itu tidak
terbentuk secara tidak sengaja, melainkan terbentuk secara sadar dan disengaja.
Logis is the science of the correct
reasoning ( Mero, 1990: 11). Definisi ini menjelaskan bahwa dalam berpikir
logis, sangat minim ketidakjelasan, dimana mengarah pada kemungkinan munculnya
beragam interpretasi.
Dalam pendekatan ini, pemikiran logis
kritis mendapatkan tempat utama. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat
disusun dan tidak tenkat periodisasi waktu, serta dapat menerapkan analisis
yang dapat menjangkau waktu saat dan masa datang. Demikian pula alat yang
digunakan untuk menemukan jawaban secara filosofis terhadap pertanyaan
filosofis. Cara analisis dalam pendekatan filsafat yang bersidat kritis, yaitu:
1) analisis bahasa (linguistik), dan 2) analisis konsep.
Menurut Harry S. Schofield, analisis
bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat,
atau pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya (Anwar, 2018:36).
Analisis bahasa sangat diperlukan untuk menghasilkan tinjauan yang mendalam.
Karena itu, bahasa merupakan alat rasional untuk menghubungkan satu konsep atau
peristilahan dalam konteks semestinya dengan konteksnya.
Sedangkan analisis konsep merupakan
suatu analisis mengenai istilah-istilah yang mewakili gagasan atau konsep.
Dimana jawabannya berupa definisi-definisi, dan definisi tergantung pula kepada
tokoh-tokoh atau lembaga yang mengeluarkan atau menciptakannya (Anwar, 2018:37).
Analisi ini menunjukkan bahwa berpikir kristis, bukan hanya sekadar kritis,
tetapi dalam berpikir kritis sangat membutuhkan konsep, konsep dari proses
pemikiran itu sendiri.
John S. Brubacher mengemukakan
bahawa filsafat pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu pendidikan
atau pedagogik. Ia berpendapat “There is a similar relation between pedagogy
and the philosophy of education must wait for design of action. Conversdy,
education philosophy, whose solution can be achieved only in action, will have
urgent need for the art of education. Philosophy cannot bring is the theories
into existence merely by thinking them. This the art of education can do and in
so doing can make education a laboratory where pholosopical distinctions can be
empirically tested (Brubacher, 1962: 15). Hubungan ini erat sebab, ilmu
pendidikan itu sendiri memiliki filsafat pendidikannya sendiri, dimana banyaknya
pemikiran-pemikiran yang dituangkan oleh banyak tokoh pendidikan mengenal ilmu
pendidikan, dan merupakan bagian dari filsafat pendidikan. Sehingga bisa
dikatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan bagian dari pendidikan itu
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Haynes,
J., Gale, K., Parker, M. 2015. Philosophy
And Education. Routledge: New York.
Anwar,
M. 2018. Filsafat Pendidikan.
Prenadamedia group: Jakarta.
Brubacher,
J. S. 1962. Modern Philosophies of
Education. McGraw-Hill Book: Amerika Serikat.
Surya,
H. 2011. Strategi Jitu Mencapai
Kesusksesan Belajar. PT Gramedia: Jakarta.
Johnson,
E. B. 2002. Contextual Teaching And
Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna.
MLC: Bandung.
Mero,
L. 1990. Ways of Thinking: The Limits of Rational
Thought and Artificial Intelligence. World Science Publishing: London.
Sharp,
A. M., Reed, R. F. 1942. Student In
Philosophy for Children. Philadelphia: United States of America.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar